Makna "Pernikahan" bagiku



“ Pernikahan, bukanlah suatu tujuan akhir juga bukan suatu pencapaian prestasi. Lalu apa sebenarnya makna dari suatu Pernikahan?” ~Naura Aushi~


[Tulisan ini hanyalah buah dari pemikiran skeptisku tentang “Pernikahan”]
***
Banyak yang berbincang tentang pernikahan, ada yang menceritakan dengan ekspresi bahagia, iri, kesal, skeptis bahkan sedih. Hey ayolah apa sebenarnya “Pernikahan” ini sehingga bisa memberikan pengaruh signifikan terhadap suasana hati seseorang?. 

[Bercermin pada diri] Dulu akupun merasakan hal yang sama dari respon kesal, iri, baper bahkan sampai sedih meratapi diri sendiri membandingkan dengan para sahabat atau saudara yang sudah memiliki keturunan. “Nikah” seperti sebuah kata magic yang bisa membuat “kebahagiaan” tercipta. Seperti kisah dongeng-dongeng yang happy ending, hidup bahagia dengan akhir cerita menikahnya Sang Putri Cantik dengan Pangeran Tampan. 

Melihat kondisi sekarang, banyak orang yang ngebet nikah tapi memang pada dasarnya belum benar- benar matang sehingga bukan happy ending tapi menimbulkan kegagalan dan trauma baru. 
SKIP >> aku hanya ingin menuangkan persepsiku tentang Pernikahan yang aku dapati dari sebuah pertimbangan sengit antara Logika dan Perasaan disaksikan oleh Pengalaman yang di temani Ekspektasi dan di bantah oleh Realita. [hiperbola]

 Pernikahan, bukanlah suatu tujuan akhir juga bukan suatu pencapaian prestasi. Lalu apa sebenarnya makna Pernikahan?. Aku sempat mengenal dekat beberapa pria yang bisa dibilang aku memilihnya untukku jatuh cinta. Aku bukan tipikal orang yang menyukai orang dari fisiknya, materinya maupun jabatan dan gengsi nya di mata orang lain. Aku akan melihat seorang pria dengan pemikiran yang lain. Aku bisa membayangkan bagaimana kehidupan aku jika bersamanya, dengan karakter yang dimilikinya bagaimana jika dia menjadi suamiku, jadi keluarga baru di keluargaku dan bagaimana dia jika jadi Ayah dari keturnan-keturunanku. Berkhayal? Mungkin tapi entahlah aku selalu melihatnya dari sisi yang mungkin terlalu jauh. Karenanya ketika aku memutuskan untuk jatuh cinta, aku akan berjuang untuk itu karena aku berpikir dia pantas untuk aku, keluargaku dan juga keturunanku. Tentu saja hal yang paling utama adalah perasaan nyaman yang aku dapati darinya. SKIP>> soal itu takutnya malah baper. Apa dengan hal itu sudah cukup? Tentu tidak, apa yang kita nilai baik belum tentu yang terbaik, Tuhan selalu memberikan kejutan, seperti dengan tiba-tiba dia memilih orang lain. Itu akhirnya. Kalian pasti tau bagaimana rasanya, nangis bombay tak terelakan lagi. Tapi kasusnya lain ketika orang itu kembali datang untuk ingin kembali dan menyesalinya. [bisa tertawa puas].
Sudahlah, sesuatu yang sudah pergi meski kembali tak akan sama lagi begitulah bunyinya dan begitu pula faktanya.

Tapi aku bertemu dengan seorang pria yang membuatku benar berfikir tentang makna pernikahan yang sebenarnya sedang aku kejar itu. Dia seorang pria yang berbeda, unik, humoris, realistis dan sedikit gila. Seorang insomnia berat yang suka kopi, dia sebut karakternya adalah karakter kucing. Setiap perkataannya membuatku berfikir realistis mengalahkan sekedar rasa cinta buta. Orang itu selalu menceritakan banyak hal tentang kekurangannya dan juga keunikan keluarga nya yang membuatku mengalahkan kekuranganku dan kekurangan keluargaku. Membuat aku berfikir bahwa aku benar harus siap jika ingin mencoba memasuki kehidupan orang lain, siap beradaptasi dengan segala sifat dan kebiasaannya mengalahkan sifat dan kebiasaanku, siap selalu menemani dan mensupportnya mengalahkan rasa ingin ditemani dan di support olehya, siap beradaptasi dengan keluarganya mengalahkan rasa menuntut dia beradaptasi dengan keluargaku, siap memasakan makanan kesukaannya mengalahkan rasa ingin diterima apa adanya dengan skill seadanya. 

Bersamanya membuka pikiranku bahwa “Menikah” bukan sesuatu yang mudah. Bukan sebuah tujuan akhir justru adalah awal dari sebuah perjuangan baru bagiku. “Pernikahan’’ bukan hanya menyatukan 2 insan yang berbeda karakter tapi juga menyatukan 2 karakter keluarga yang berbeda. “Pernikahan” bukan sebuah pencapaian prestasi tapi adalah perjuangan bersama mencapai prestasi. Untuk pertama kalinya bersamanya membuatku berfikir bahwa “AKU BELUM SIAP”.
Darinya untuk waktu yang cukup berhari-hari aku kembali mengingat makna “Pernikahan” itu sendiri. Keinginan menikahku rasanya memang harus ditunda, untuk menjadi pendamping hidup seseorang sebagai seorang wanitanya tentu seluruh hidupku adalah seutuhnya untuknya. Untuk memilih menjadi pendampingnya kita harus bisa menerima satu sama lain untuk setia terus bersama. Menikah yang tidak dilandasi dengan perasaan penasaran, tidak dilandasi dengan perasaan asal bersama apalagi asal cinta. Tapi pernikahan yang dilandasi dengan kekuatan untuk saling berproses bersama, saling percaya, dan saling menitipkan mimpi untuk dicapai bersama.
Apa pria itu adalah orang yang tepat untukku? Jawabannya belum tentu, lagi-lagi akhir cerita yang berbeda dengan dongeng. Setelah banyak hal yang serius di bicarakan, dia mengatakan bahwa dia tidak merasakan apapun dari hubungan itu, dia mengatakan diapun belum siap untuk menjalin hubungan. Lalu sikap apa yang aku ambil? Patah hati? Tentu saja ketika semua do’a kebaikan dalam setiap shalatku, aku sebut namanya namun nyatanya dia tak pernah menjadi orang yang berarti baginya.  [nangis bombay lagi]

SKIP>> Pada intinya “Pernikahan” itu adalah sesuatu hal yang serius, jangan dibuat mudah, jangan pula dipersulit. Dasarnya hanya pada rasa saling percaya, saling menerima dan saling menguatkan. dan soal tujuan pernikahan bukan untuk meraih kebahagian yang instan tapi "Pernikahan" adalah untuk menyempurnakan nilai ibadah kita, Bahagianya? tentusaja dia akan datang sendiri mengetuk dengan sopan untuk selalu hadir menaungi keindahan menjelma salah satunya menjadi sebuah pengertian. 

Ketika aku membaca tulisan ini, entahlah mengapa aku tersenyum, semoga kalian juga bisa merasakan hal yang sama. Semoga bermanfaat bagi para pembaca!!

Teruntuk dia yang sudah menyentuh hatiku dan lalu pergi dengan meninggalkan pembelajaran yang berharga untuk kehidupanku. Aku sangat berterimakasih.

Comments