Hakikat Seorang Wanita (Part 2)

Hebatnya menjadi seorang WANITA
Sedari kecil dia sudah dituntut untuk bisa membantu pekerjaan ibu di rumah, pinter ngaji, beres-beres rumah, mencuci piring, mencuci pakaian, memasak, syukur-syukur bisa multitalent sudah pasti menjadi anak kesayangan ibu dan ayah.
Saat beranjak remaja, dia mulai harus membiasakan merasakan sakitnya pra-menstruation (PMS) yang kontinyu di rasakan setiap bulan, mulai merasakan perubahan mood namun harus tetap beraktifitas pro-aktif untuk menyuapi hasrat psikologisnya yang sedang berada di puncak keingintahuan. Tanpa melepaskan predikat jadi anak kesayangan ibu dan ayah.
Saat beranjak dewasa, dia dituntut harus bisa mengendalikan keinginannya, disaat kebutuhannya yang juga semakin meningkat. Harus bisa mandiri secara kepribadian meliputi mental, moral dan juga financial. Mulai berfikir membantu kebutuhan keluarga, harus menjadi sosok keibuan / pengganti ibu di rumah, dan berada pada fase paling dilematis, pilihan klasiknya antara berkarir atau menikah. Sehingga saat memilih berkarir dia harus akrab dulu dengan tanggungjawab sosial, dan saat memilih menikah dia harus akrab dulu dengan tanggungjawab kepribadian. Sekali lagi tanpa melepas predikat jadi anak kesayangan ibu dan ayah.
Saat berkeluarga, dia harus siap merasakan sakitnya antara hidup dan mati saat melahirkan, bahkan hampir seluruh hak nya akan terenggut oleh keluarga. Mengurus rumah, mengurus anak dari bangun hingga tidur lagi, dan juga menjadi seorang istri idaman kalau tidak bisa memenuhi hal tersebut mesti siap ditinggalkan atau siap berbagi. Tak sedikit pula yang harus berkarir untuk membantu perekonomian keluarga atau mengabdikan diri untuk mimpinya tanpa meninggalkan kewajibannya untuk keluarga.
Jika semua wanita sama seperti Ibunda Siti Khadijah yang mampu mengorbankan seluruh hartanya untuk Rasul, maka semua wanita harus menjadi seorang yang kaya raya, punya pendirian yang tegas, dan mandiri hingga mampu menjadi pembisnis yang sukses. 
Jika semua wanita sama seperti Ibunda Khadijah yang memiliki akhlaq mulia, maka semua wanita harus terlahir dari orangtua yang memiliki akhlaq yang mulia pula.
Jika semua wanita sama seperti Ibunda Aisyah yang cerdas maka semua wanita harus dinikahkan sejak dini oleh orang seperti Rasul yang mampu membimbing dan menyuapi hasrat keingintahuannya dengan pengetahuan-pengetahuan yang lurus. Sayangnya tidak semua wanita yang bernasib baik seperti Ibunda Sang Teladan Muslimah.
Bahkan kita tak pernah tau sebenar-benarnya bagaimana sepak terjangnya Ibunda Khadijah sejak masa kecil hingga ia mampu menjalankan bisnis keluarganya, menjadi seorang wanita yang mandiri dan mapan pada saat ia di pertemukan dengan jodohnya.

Semua fase itu mengalir seperti sebuah garis takdir ibadahnya seorang wanita, mereka dituntut untuk bisa bertahan dengan berbagai kondisi dan perubahan jaman. Kemandiriannya menjadi sebuah keharusan karena wanita pengangguran dan seorang janda, kehidupannya tidak ada yang menanggung.

Sedangkan seorang wanita generasi milenial saat ini, menteladani Sang Teladan shalihah sesuai dengan kemampuannya saat ini. Tak ada yang mampu sempurna menjadi duplikasinya mungkin ada tapi satu berbanding triliunan wanita, karena masa kecil setiap orang berbeda-beda, garis waktu nya pun berbeda-beda. Kita tak pernah bisa memilih bagaimana kita terlahir. 
Saat seorang wanita memilih untuk berkarir dengan baik tak banyak dari mereka yang menyuarakan rintangan yang mereka hadapi, mereka tampak sama dalam lingkungannya agar bisa mendapatkan sebuah kepercayaan atas kemampuannya sehingga tidak ada pembeda dalam porsi pekerjaan bahkan tidak sedikit seorang wanita diberi tanggungjawab pekerjaan yang lebih dengan alasan klasik mereka makhluk yang lebih teliti, rajin, rapi dan penurut.
Sejauh apapun jam terbang seorang wanita, dia akan tetap terikat dengan predikat wanita si anak rumahan yang harus bisa mengurus hal-hal mendasar dalam rumah (keluarga). Karenanya saat kau bertemu seorang wanita pekerja keras, kamu akan menghadapi 2 kepribadian antara seorang wanita yang berjuang untuk pulang (keluarga) atau seorang wanita yang sedang berpura-pura tidak ingin pulang.
Tuntutan mereka sudah banyak, mereka tidak ingin terlihat lemah, mereka ingin melewatinya dengan sebaik mungkin. Mereka tidak ingin kehilangan kepercayaan dirinya, mereka tidak ingin di renggut hak nya. Karenanya mohon mengertilah, jangan mempersulitnya. 
Seorang superhero wanita tetaplah seorang wanita.

Comments